Artinya "Firman Allah SWT: "qad aflaha man zakkaha", maksudnya: "Sungguh beruntung prang yang disucikan dirinya oleh Allah SWT, karena ia akan terjauhkan dari sifat kufur dan ma'shiyat, dan terhiasi dengan amal-amal yang shalih." (Tafsir al-Thabary: Qadaflaha man zakkaha. Waqad khaba man dassaha. Kaththabat thamoodu bitaghwaha. Ithi inbaAAatha ashqaha. Faqala lahum rasoolu Allahi naqata Allahi wasuqyaha. Fakaththaboohu faAAaqarooha fadamdama AAalayhim rabbuhum bithanbihim fasawwaha. Wala yakhafu AAuqbaha Maksud surah: 7Muhammad Yasir al-Musdiy, Qad Aflaha Man Zakkaha, Cet, Kedua (Bairut Darul Basyair Al- islamiyah, 1426 H2005 M), 15. 8 Imam al-Ghazali, Mukhtashar Ihya Ulumuddin, (Beirut: Dar al-fakr, tt), 137. Vay Tiền Nhanh. 403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID 8_QRPzqdAOcDCahPkySqA4fjTKuR4ZMS3LSNLBWHkOu0CnG18wzTQg== QAD AFLAHA MAN ZAKKAAHAA WA QAD KHAABA MAN DASSAAHAA Oleh Romly Qomaruddien, MA. Melanjutkan pembahasan hakikat tazkiyatun nafs, berikutnya kita perhatikan beberapa pandangan para ulama, di antaranya 1. Syaikh Muhammad bin Sa’ied bin Salim al-Qahthani, ketika mentahqiq kitab Tazkiyatun Nafs Ibnu Taimiyyah menjelaskan “Tidak akan bisa merasakan keagungan dan kedalaman tazkiyah imaniyah melainkan orang yang mengetahui kejahiliyahan. Karena itu, generasi awwal merupakan generasi yang paling baik ditaqdirkan mendapatkan nikmat ini dengan sebaik-baiknya. Mereka mendapatkan pemisah yang dapat menjauhkan antara iman dan kufar, antara ibadah kepada Allah dengan ibadah kepada taghut, dan antara kebebasan dalam mensucikan jiwa kepada Rabb dan kekakuan antara rabb-rabb yang menghinakan.” Al-Qahthani, 1994 hlm. 13-14 Karenanya, tazkiyatun-nufus sebagai sunnah kauniyah dan sunnah syar’iyyah yang diajarkan kepada Nabi, memiliki peranan sangat penting, karena dia sangat berpengaruh terhadap baik atau buruknya satu ummat, di samping itu tazkiyatun nufus menjadi landasan tegaknya perintah-perintah Allah azza wa jalla dalam jiwa manusia. 2. Menurut Syaikh Salim bin Id al-Hilali dalam kitab Manhajul Anbiyaa Fie Tazkiyatin Nufus menuturkan “Jika jiwa manusia dibiasakan dengan akhlaq yang mulia dan lurus, niscaya jiwa tersebut akan senang dan merasa bangga dalam mengagungkan syiar-syiar Allah azza wa jalla dan senantiasa berjalan di atas manhajNya.” Al-Hilali, 2005 hlm. 17 Sebelumnya, Ibnu Qayyim menjelaskan hal ini dalam Risaalah Fie Amraadhil Quluub 1403 hlm. 51 dengan menukil pandangan jumhur mufassirin sebagai berikut 1. Qatadah rahimahullaah berkata “Kalimat qad aflaha man zakkaahaa, memiliki pengertian barangsiapa beramai kebaikan, maka Allah akan membersihkannya disebabkan ketaatan kepadaNya”. Atau dalam kalimat lain, Qatadah menyebutkan “Sungguh bahagia orang yang mensucikan dirinya dengan amal shalih.” 2. Al-Hasan rahimahullaah berkata “Sungguh bahagia orang yang mensucikan dirinya, lalu dia berbuat kebaikan dan berjalan di atas ketaatan kepada Allah, dan sungguh merugi orang yang berbuat kerusakan dan dia berjalan di atas kemaksiatan kepada Allah.” 3. Ibnu Qutaibah rahimahullaah bertutur “Yang dimaksud orang yang bahagia karena mensucikan dirinya adalah orang yang berusaha mengembangkan dan meninggikan ketaatan kebaikan serta hal-hal kebaikan lain yang mampu dilakukan. Adapun orang yang merugi adalah orang yang mengurangi dan meringankan amalannya dengan meninggalkan bermacam kebaikan dan terjerumus dalam beragam kemaksiatan.” Terlepas perbedaan pendapat sebagian ulama, mengenai dhamir yang ada dalam kata zakkaahaa. Apakah kembali kepada Allah, berarti jumlah kalimatnya adalah Aflahat nafsun zakkaahaallaahu azza wa jalla wa khaabat nafsun dassaahaa atau kembali kepada fail aflaha, yaitu huruf man sama saja sebagai maushul atau maushuf sesungguhnya dhamir apabila kembali kepada Allah, maka jumlah kalimatnya menjadi qad aflaha man zakkaahu wa qad khaaba man dassaahu. Namun kelompok pertama berpandangan bahwa kata man jika lafazhnya mudzakkar masuk kepada mu’annats, maka boleh mengembalikan dhamirnya menjadi mu’annats karena menyesuaikan makna, demikian pula dengan lafazh mudzakkar menyesuaikan dengan lafazh mudzakkar. Kedua-duanya merupakan kalimat yang benar fashih, yaitu benar menurut ilmu fashaahah. Ibnu Qayyim, 1403 hlm. 50 Sementara itu, para pentarjih menguatkan pandangan yang pertama, dengan alasan hadits riwayat Ibnu Abi Mulaikah dari Aisyah radhiyallaahu anh yang mengatakan “Aku pernah mendatangi Rasulullah shalallaahu alaihi wa sallam di suatu malam, lalu aku mendapatkannya bahwa Rasulullaah sedang berdo’a Rabbi a’thi nafsie taqwaahaa wa zakkaahaa … Anta khairun man zakkaahaa … Anta waliyyuhaa wa maulaahaa. Do’a ini seperti tafsir ayat yang menyebutkan bahwa Allah-lah yang menjadikan diri seseorang menjadi bersih. Maka Allah disebut Muzakki dan hambaNya disebut mutazakki.” Ibnu Qayyim, 1403 hlm. 50 Demikian pula, Muhammad Uwais al-Nawawi dalam Tafsir al-Qayyim yang ditahqiq Muhammad Hamid Al-Faqi menegaskan bahwa makna qad aflaha man zakkaahaa wa qad khaaba man dassaahaa adalah “Sungguh beruntung orang yang mengagungkan dan meninggikan dengan ketaatan kepada Allah, serta menjalankannya. Dan sungguh merugi orang yang meringankan, meremehkan, serta menganggap kecil dengan melakukan kemaksiatan kepada Allah.” Uwais al-Nawawi, 2007 hlm. 397 Dari berbagai pemaparan para ulama, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat tazkiyatun-nafs adalah sebuah upaya mensucikan jiwa dengan melakukan ketaatan kepada Rabbul Aalamien dan mengendalikan nafsu dari beragam kemaksiatan. Siapa yang dapat mengupayakannya berarti orang tersebut telah berhasil mentauhidkan Allah dengan cara membersihkan jiwa dan mengagungkan syari’at-Nya dengan kepatuhan dan ketundukan kepadaNya. Wallaahu a’lam bis shawwaab _______________ Penulis adalah Pengasuh Kajian Intensif di Disampaikan pada Renungan Shilaturrahiem di Kawasan Puncak Darajat Samarang Garut 91 Ash-Shams 1 Waalshshamsi waduhaha 2 Waalqamari itha talaha 3 Waalnnahari itha jallaha 4 Waallayli itha yaghshaha 5 Waalssamai wama banaha 6 Waalardi wama tahaha 7 Wanafsin wama sawwaha 8 Faalhamaha fujooraha wataqwaha 9 Qad aflaha man zakkaha 10 Waqad khaba man dassaha 11 Kaththabat thamoodu bitaghwaha 12 Ithi inbaAAatha ashqaha 13 Faqala lahum rasoolu Allahi naqata Allahi wasuqyaha 14 Fakaththaboohu faAAaqarooha fadamdama AAalayhim rabbuhum bithanbihim fasawwaha 15 Wala yakhafu AAuqbaha The Sun 1 By the sun and its brightness. 2 By the moon as it follows it the sun. 3 By the day as it shows up the sun's brightness. 4 By the night as it conceals it the sun. 5 By the heaven and Him Who built it. 6 By the earth and Him Who spread it. 7 By Nafs Adam or a person or a soul, and Him Who perfected him in proportion; 8 Then He showed him what is wrong for him and what is right for him. 9 Indeed he succeeds who purifies his ownself obeys and performs all that Allah ordered, by following the true Faith of Islamic Monotheism and by doing righteous good deeds. 10 And indeed he fails who corrupts his ownself disobeys what Allah has ordered by rejecting the true Faith of Islamic Monotheism or by following polytheism or by doing every kind of evil wicked deeds. 11 Thamud people denied their Prophet through their transgression by rejecting the true Faith of Islamic Monotheism, and by following polytheism, and by committing every kind of sin. 12 When the most wicked man among them went forth to kill the she-camel. 13 But the Messenger of Allah [Salih عليه السلام] said to them "Be cautious! Fear the evil end. That is the she-camel of Allah! Do not harm it and bar it not from having its drink!" 14 Then they denied him and they killed it. So their Lord destroyed them because of their sin, and made them equal in destruction all grades of people, rich and poor, strong and weak, etc.! 15 And He Allah feared not the consequences thereof.

qad aflaha man zakkaha